KONSULTASI ZAKAT
Zakat Koperasi
Assalamu'alaikum Wr.
Wb. Kami adalah pengurus koperasi suatu jawatan di Sukabumi, mohon penjelasan dari Bapak terhadap persoalan yang kami hadapi: 1. Apakah koperasi wajib membayar zakat? 2. Berapa persenkah? dan dhitung dari mana, modal atau putaran uang selam 1 tahun? 3. Bagaimana dengan dalil-dalilnya?
Namun persoalannya, koperasi adalah milik bersama. Sebagian besar secara pribadi, sebetulnya anggota belum mencapai nishab. Anggota koperasi ada yang non muslim, dan usaha koperasi berupa simpan pinjam, usaha pertanian, toko, dan sebagainya.
wassalam
Ahmad Noekman, Sukabumi
Jawab:
Koperasi menurut terminologi syariah Islamiyah termasuk pada katagori usaha melalui pembiayaan al-musyarakah atau syirkah (perjanjian usaha antara dua/pemilik modal yang menyertakan modalnya untuk kegiatan usaha), dalam koperasi penyertaan modal lewat simpanan pokok dan wajib anggotanya.Keuntungan dari hasil usaha ini dapat dibagikan sesuai proporsi penyertaan modal.
Bila akhir tahun pembukuan seluruh aset koperasiterutama yang berhubungan dengan kegiatan usahanya (seperti penjualan barang-barang kebutuhan pokok atau usaha lain) telah mencapai nishab senilai 85 gram emas, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari bagian anggota yang muslim.
Landasan syariahnya, dapat dilihat pada hadits sahih riwayat Imam Bukhari (Fiqh Zakat, hal.220), Rasulullah bersabda : "Tidak boleh dikumpulkan antara harta yang terpisah dan tidak boleh dipisahkan antara harta yang sudah berkumpul, karena takut berzakat. Harta yang disatukan maka (kewajiban zakatnya) dikembalikan kepada mereka secara sama"
Meski hadits tersebut asbab al-wurudnya untuk hewan ternak, akan tetapi redaksi kata-katanya bersifat umum yang berarti untuk tiap kegiatan usaha bersama. Misalnya si A berusaha bersama dengan si B, masing-masing menyertakan modal Rp 2 juta. Di akhir tahun seluruh asetnya (modal ditambah keuntungan) menjadi Rp 6 juta. Karena sudah mencapai nishab maka mereka berdua (jika keduanya muslim) harus mengelarkan zakatnya sebesar 2,5% x Rp 6 juta = Rp 150.000
Tidak boleh karena takut berzakat sebelum penutupan buku, dibagikan dulu masing-masing tiga juta (sehingga belum mencapai nishab). Atau sebaliknya dua orang tersebut memang sejak awal tidak bekerjasama, tapi karena sangat ingin berzakat menjelang akhir tahun,harta mereka dikumpulkan agar terpenuhi nishab. Kedua perbuatan tersebut dilarang berdasarkan hadits di atas.
Koperasi adalah usaha bersama, karena itu diakhir tahun harus dihitung seluruh asetnya (modal, keuntungan), kemudaian dibagi dua (sesuai prosentase penyertaaan modal) antara milik muslim dengan non muslim. Setelah jelas bagian masing-masing, maka itulah yang harus dikeluarkan zakatnya (sesuai nishab).
Zakat Mahar
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Bagaimanakah mas kawin (mahar) yang saya berikan kepada istri saya pada saat menikah, apakah wajib saya keluarkan zakatnya setelah masa satu tahun?
Kini saya telah berkeluarga dengan satu orang anak, setiap menerima gaji (take home pay), sebelum dikurangi kebutuhan pokok jumlah itu saya kalikan dengan 2,5 persen kemudian saya bagi empat. Setiap kali sholat Jum'at saya masukkan ke kotak amal di masjid dengan niat membayar zakat. Samakah cara seperti itu dengan membayar zakat? Apakah setelah masa satu tahun nanti, saya wajib mengeluarkan zakat lagi?
Wassalam
Pery Oemry, Pulau Bintan
Jawab:
Mahar (mas kawin) adalah pemberian yang wajib dilakukan oleh suami untuk istrinya, sebagai akibat dari adanya perkawinan. Besar kecilnya mahr tergantung pada kesepakatan, kemampuan suami dan keridhoan mereka berdua. Mahr itu wajib dibayarkan dengan penuh keikhlasan.
Firman Allah SWT, "berikanlah maskawin (mahr) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh dengan kerelaan..."(Q.S.4:4). Jika mahr itu jumlahnya besar melebihi batas nishab (senilai 85 gram emas) maka tentu harus dikeluarkan zakatnya satu kali saja oleh si istri, yaitu sebesar 2,5 persen.
Dan apabila setiap kali menerima gaji, lalu Anda keluarkan 2,5 persen dengan niat membayar zakat maka insya allah perbuatan tersebut termasuk kedalam kategori membayar zakat.Sebab zakat adalah ibadah (disamping mua'malah), dan ibadah sangatlah tergantung pada niatnya. Akan tetapi tentu yang lebih utama dan lebih baik--untuk yang akan datang, ada baiknya zakat Anda itu diserahkan langsung pada pengurus DKM atau yayasan/lembaga pengelola zakat yang Anda anggap amanah dan mampu melaksanakan tugas keamilan. Keutamaan cara langsung ini antara lain :
a. Anda akan mendapatkan doa dari mereka (pengelola zakat) untuk kebaikan dan kemaslahatan usaha Anda. Sehingga usaha (kerja) Anda insya allah akan mendapatkan keberkahan.
b. Pemanfaatan zakat itu mudah-mudahan akan lebih sesuai dengan ketentuan syara' sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 9:60.
Dan untuk mengsisi keropak (kotak) Jum'at sebaiknya dari uang infak atau shadaqah saja. Insya Allah Allah SWT akan membalas amal Anda dengan balasan yang berlipat ganda.Amin. Karena pengeluaran setiap bulan yang 2,5 persen dianggap sah sebagai zakat, maka Anda tentu tidak wajib lagi untuk berzakat di akhir tahun. Kecuali infak dan shadaqah yang besarnya sepenuhnya diserahkan kepada keikhlasan dan kemampuan Anda.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Batas Kebutuhan Pokok
Assalamu'alaikum Wr. WbPada zakat penghasilan ada disebut kebutuhan pokok. Bagaimanakah batasan dari kebutuhan pokok tersebut? Saya mendapat warisan dari orangtua beruapa tanah. Tanah warisan ini dibiarkan saja karena ingin kami bangun rumah. Wajibkah tanah ini dizakati?
Adik kami yang telah almarhum memiliki sejumlah harta yang belum pernah dikeluarkan zakatnya. Harta itu telah menjadi milik ahli waris. Sebelu warisan ini dipecah kami sepakat membayarkan zakatnya, apakah ini diperbolehkan? Terima kasih.
Wassalam
Adamsyah Moelia, Depok
Jawab:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para Ulama dalam menentukan batasan kebutuhan pokok yang boleh (bukan harus) dikeluarkan dari kewajiban zakat. Sebagian menyatakan hanya terbatas pada kebutuhan sandang, pangan dan papan secara layak dari muzakki serta orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Sebagian lagi menyatakan, segala biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaannya itupun termasuk kebutuhan pokok (biaya transport).
Pada zaman Nabi dan para sahabatnya, yang menilai dan menentukan seseorang itu muzakki ataupun mustahik termasuk kebutuhan pokoknya adalah amil zakat (untuk menjamin obyektifitas). Sedang pada masa sekarang, mungkin (untuk sementara) perhitungan kebutuhan pokok diserahkan sepenuhnya pada masing-masing muzakki.
Landasan nash yang membolehkan muzakki,sebelum berzakat, mengurangi hartanya terlebih dengan kebutuhan pokok antara lain hadits riwayat Ibn Jarier dari Abu Hurairah. Bahwa telah datang seseorang yang memiliki satu dinar pada Rasulullah. Selain satu dinar itu, ia masih bisa mencukupi dirinya sendiri, anak dan istrinya, yang kemudian oleh beliau dinyatakan sebagai orang yang telah memiliki kelapangan untuk berzakat.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat untuk Nonmuslim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.Apakah orang non muslim berhak untuk mendapatkan sebagian dari zakat yang akan saya salurkan? Dalam hal ini bolehkah kita membantu saudara ita di Irian Jaya yang kelaparan dan kekeringan dengan niat menyalurkan zakat?
Wassalam
Pujiyanto, Jakarta
Jawab:
Agama Islam adalah ajaran yang selalu mendorong ummatnya untuk berbuat baik kepada siapapun juga, kepada muslim maupun kepada yang non muslim. Bahkan kepada binatang dan makhluk yang lainnya pun umat Islam diperintahkan untuk selalu berbuat baik. Agama Islam adalah rahmat bagi semesta alam seluruh makhluknya). Sesuai dengan firman-Nya : "Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat semesta alam." (QS.21;107)
Dalam kaitannya berbuat baik kepada non muslim, Allah berfirman : "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS.60:08)
Apalagi jika ada saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan bantuan karena kelaparan maupun kekeringan, sebagaimana menimpa saudara kita di Irian Jaya. Kewajiban kita membantu mereka dengan mengeluarkan infaq dan sedekah kita. Karena makna sedekah ini lebih luas jangkauannya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran surat Al Baqarah 215.
Sedangkan untuk zakat diutamakan terlebih dahulu bagi kaum miskin yang muslim, kecuali jika mereka sudah mendapatkan bagian dan harta zakat masih banyak jumlahnya, boleh saja disalurkan untuk yang non muslim yang benar-benar membutuhkan, seperti mereka yang kelaparan (Fiqh Zakat, 686).
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Hadiah Kuis
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Bagaimana hukumnya menurut Islam jika seseorang mendapat hadiah undian, kuis atau sayembara yang dijadikan sarana promosi suatu produk? Bagaimana pula hukumnya jika seseorang mengikuti kuis di media massa? Apakah jenis kuis, undian atau sayembara itu dapat digolongkan kepada judi?
Wassalam
Eko S, Medan
Jawab:
Adalah mubah (boleh) hukumnya jika seseorang mendapatkan hadiah kuis, undian atau sayembara yang mempromosikan suatu produk dengan syarat produk yang dipromosikan itu bukanlah produk yang dilarang agama (haram). Termasuk juga yang tidak merusak kesehatan jasmani, maupun rohani (merusak akal), seperti misalnya minuman keras.Minuman keras ini (merk apapun) secara tegas dilarang didalam Al Quran maupun hadits Nabi.
Adapun Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar (minuman keras), berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan kebahagiaan (QS.5;90)
Dalam sebuah hadits sahih riwayat Ibn Majah dan Turmudzi, Rasulullah saw bersabda, "Ada sepuluh orang yang dikutuk dalam soal khamar, yaitu pembuatnya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasilnya, pembayarnya dan penerimanya."
Kuis, undian maupun sayembara ada yang tergolong judi (ada unsur judi didalamnya), karena itu dilaranag dan tidak boleh diikuti. tetapi ada juga yang tidak mengandung unsur judi, karena itu diperbolehkan.Yang dilarang misalnya, kuis yang dilakukan secara bertahap. Jika pada tahap pertama, misalnya orang itu menang, maka ia akan mendapatkan hadiah.
Jika ia meneruskan pada tahap berikutnya (biasanya akan ditawarkan terlebih dahulu oleh pembawa acara akan ikut atau tidak) dan ia menang, ia akan mendapatkan tambahan hadiah.Akan tetapi jika kalah maka seluruh hadiah yang sudah diraihnya akan hilang. Disinilah letak judi itu, karena ada pihak yang secara nyata sangat dirugikan.
Contoh yang tidak dilarang, misalnya hadiah dengan cara kita menjawab beberapa pertanyaan (melalui kartu pos misalnya) atau sekedar mengirim beberapa bungkus produk tertentu dalam jumlah tertentu, lalu diadakan pengundian untuk menentukan pemenangnya.
Dalam tinjauan syariat Islam, sebenarnya hadiah yang keluarkan oleh penyelenggara (misalnya bank yang berpromosi lewat undian) termasuk yang mubah (boleh). Dengan syarat penyelenggara tidak mempraktekkan riba dan tidak merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email:
Zakat untuk Ekonomi Produktif
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Ada pendapat, karena zakat berasal dari kata yang artinya menyampaikan (bukan memberikan), maka zakat boleh digunakan untuk kepentingan ekonomi produktif yang bersasaran kaum dhuafa. Artinya zakat tidak diberikan secara langsung, tapi "diputar" dulu sehingga maslahatnya sampai kepada mustahik. Bagaimana pendapat ini?
Wassalam
Shobirin, Batang - Jateng
Jawab:
Pada prinsipnya zakat harus diterima secara langsung oleh mustahik. Namun demikian, memang diperlukan suatu kebijakan dan kecermatan dalam mempertimbangkan kebutuhan nyata dari mereka, termasuk kemampuan mereka dalam menggunakan dana zakat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan hidupnya. Sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi mustahik zakat, tapi mungkin menjadi pemberi zakat (muzakki).
Jadi, zakat diarahkan untuk bukan semata-mata keperluan sesaat yang sifatnya konsumtif. Seyogianya mustahik tidak diberi zakat lantas dibiarkan tanpa ada pembinaan yang mengarah pada peningkatan tersebut. Para ulama seperti Imam Syafi'i, An-Nawawi dan lainnya menyatakan bahwa jika mustahik zakat memiliki kemampuan untuk berdagang, selayaknya kepadanya diberikan modal usaha yang memungkinkan mereka memperoleh keuntungan yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
Demikian juga jika yang bersangkutan memiliki keterampilan tertentu, kepadanya bisa diberikan peralatan produksi yang sesuai untuk bekerja. Jika mustahik tidak bekerja dan tidak memiliki keterampilan tertentu, menurut Imam Syamsuddin Ar-Ramli, kepadanya diberikan jaminan hidup dari zakat, misalnya dengan cara ikut menanamkan modal (dari uang zakat tersebut) pada usaha tertentu, sehingga mustahik tersebut memiliki penghasilan dari perputaran zakat itu.
Anak Jalanan=Ibnu Sabil?
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Mohon penjelasan tentang pengertian Ibn Sabil ; bagaimana di zaman Rasulullah saw dan bagaimana implementasinya untuk mesa sekarang. Lalu bagaimana dengan kedudukan anak-anak jalanan, apakah mereka termasuk Ibn Sabil sehingga berhak menerima zakat?
Wassalam
M. Sirajuddin, Parung - Bogor
Jawab:
Dalam Al Qur'an memang banyak diungkapkan ayat yang berkaitan dengan ibn sabil sebagai orang atau kelompok orang yang berhak menerima zakat seperti dalam QS 9:60 atau yang berhak menerima infak dan sedekah seperti dikemukakan dalam QS 17:26, QS 30:38, QS 2:177 dan ayat lainnya.
Ibn Sabil di zaman Rasulullah saw, sebagaimana dalam berbagai literatur juga pendapat para ulama, adalah orang-orang yang kehabisan bekal ketika mencari nafkah, ketika bersilaturahmi, atau ketika mencari ilmu. Bahkan untuk pencari ilmu, jika kehabisan bekal disamping disebut sebagai ibn sabil, dapat juga disebut sebagai sabilillah (di jalan Allah). Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits, sabda Rasulullah saw, "Barangsiapa yang keluar (pergi) dalam mencari ilmu, maka termasuk sabilillah, sehingga ia kembali." (HR. Turmudzi).
Sebagian ulama kontemporer, seperti Syeikh Rasyid Ridha, berpendapat bahwa untuk saat kini, bisa juga dimasukkan kedalam kelompok ibn sabil orang yang meminta suaka ke negeri lain karena di negerinya tidak bisa melaksanakan ajaran Islam. Masuk pula kelompok ini anak-anak jalanan dan anak buangan yang sama sekali tidak memiliki keluarga yang mau bertanggung jawab terhadap kehidupannya. Tentu saja dalam menangani kasus anak jalanan ini yang paling tepat adalah melibatkan pemerintah, bukan diserahkan semata kepada individu masyarakat.
Sebagian ulama mazhab Hambali, berpendapat bahwa juga termasuk kelompok ibn sabil ini para tuna wisma yang menjadi pengemis, yangsama sekali tidak memiliki keterampilan bekerja sehingga tak memiliki penghasilan (lihat Hukum Zakat, Yusuf Qardhaqi, 662-663).
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat Profesi
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Apa yang dimaksud dengan zakat profesi? Bagaimana cara menghitungnya? siapa yang wajib mengeluarkan zakat itu, apakah individu-nya atau lembaga-nya? Jika saya bersyirkah (bekerjasama) di sebuah perusahaan dengan orang non muslim, bagaimana cara menunaikan zakat tersebut?
Wassalam
Tri Prayogo AS, Pdk. Bambu, Jaktim
Jawab:
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu. Baik yang dilakaukan secara sendirian maupun dikerjakan bersama dengan orang lain/lembaga, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk dapat berzakat). Contoh : profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, seniman, perancang busana, penjahit, dsb.
Kewajiban zakat ini berdasarkan keumuman kandungan makna Al Qur'an surat At-Taubah;103 ("Ambillah olehmu harta-harta mereka, zakat....") dan surat Al-Baqarah;267 ("Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah olehmu sekalian sebaik-baik hasil usahamu..."). Disamping itu juga berdasarkan pada tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serta menolong para mustahik.
Zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam. Yakni kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan. Jika Anda bertanya tentang berapa nisabnya, DR. Yusuf Qardhawi (Buku Fiqh Zakat) mengemukakan bahwa menurut pendapat yang terkuat adalah senilai 85 gr emas. Tapi ada juga yang menganalogikan (Muhammad Ghazali, "Islam dan Permasalahan Perekonomian.") dengan zakat tanaman sebanyak 653 kg (padi), dan langsung dikeluarkan seperti halnya zakat pertanian tanpa dipotong oleh kebutuhan pokok. Adapun jumlah yang wajib dikeluarkan adalah sebesar 2,5 %.
Zakat profesi dikeluarkan langsung pada saat menerima uang (gaji) atau setelah diperhitungkan selama kurun waktu tertentu-misalnya setahun. Ini tergantung dari jenis pekerjaan dan cara termudah bagi Anda untuk menghitungnya. Zakat itu dikeluarkan setelah Anda mengeluarkan sejumlah dana untuk kebutuhan pokok Anda. Jadi jika Anda pegawai dengan gaji Rp 1.000.000 per bulan, Anda dapat mengeluarkan 2,5% dikali X (setelah dikurangi kebutuhan pokok Anda dan senilai 85 gr emas), langsung setelah gajian setiap bulannya. Atau dapat juga dibayarkan satu kali setiap tahun sejumlah 12 x 2,5% x X = nilai zakat Anda.
Muzakki (wajib zakat) zakat profesi bisa saja perorangan, lembaga, ataupun keduanya. Sebuah perusahaan yang pada tutup tahun buku mencatat asset (misalnya) 1 milyar, wajib mengeluarkan zakat 2,5%. Demikian juga bagi pekerjanya yang bergaji melebihi batas nisab.
Para ulama telah sepakat bahwa zakat diwajibkan hanya bagi orang Islam sebagaimana dikemukakan Rasulullah SAW kepada Muadz bin Jabal sesaat sebelum sahabat nabi ini pergi ke Yaman, "Jika mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan shalat, beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT telah mewajibkan zakat kepada mereka." Dengan demikian, jika Anda bekerjasama dengan orang non muslim maka yang wajib dizakati adalah hanya harta (penghasilan) Anda saja.
Perbedaan Biaya Hidup
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Berapakah nilai zakat dari penghasilan yang wajib dikeluarkan, mengingat sangat beragamnya "biaya hidup" wajar (UMR) yang berlaku di Indonesia? Seandainya penghasilan kotor tersebut masih kita simpan (tidak/belum dipakai), dapatkah dibayarkan zakatnya pada tahun berikutnya? Ataukah kita bayar zakat maal-nya saja?
Wassalam
Farichin, Palembang
Jawab:
Ukuran baku nisab adalah 85 gr emas. Jika dikonversikan pada rupiah tentu sangat bergantung pada harga emas tersebut. Jika harga 1 gram emas, misalnya, Rp 20.000 maka batasan nisab adalah 85 x Rp 20.000 = Rp 1.700.000. Jika pendapatn seseorang setelah dikurangi kebutuhan pokok selama satu tahun senilai dengannya atau lebih banyak, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Demikian pula penentuan kebutuhan pokok secara wajar, mungkin bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, atau antara satu negara dan negara lainnya. Itu sangat bergantung pada harga kebutuhan pokok tersebut. Mungkin kriteria muzakki (wajib zakat) di Jakarta (yang harga-harga relatif lebih mahal) akan berbeda dengan yang tinggal di daerah (yang relatif lebih murah).
Di sinilah salah satu peran dan fungsi dari amil zakat di daerah masing-masing untuk menghitung dan menentukan kelayakan seseorang apakah menjadi muzakki ataukah masih mustahik, berdasarkan pada penghasilan dan kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa zakat itu ada dua macam, yaitu zakat fitrah (hanya pada bulan Ramadhan) dan zakat maal; seperti zakat ternak, pertanian, perdagangan, zakat emas/perak, zakat pertambangan, zakat barang temuan dan zakat pendapatan/penghasilan/profesi.
Semua itu apabila telah memenuhi syarat yang ditentukan maka wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian pula penghasilan kita yang sudah kita simpan selama satu tahun, apabila telah memenuhi nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat versus Pajak
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Manakah yang paling tepat menurut syariat, mengeluarkan zakat penghasilan sebelum dipotong oleh pajak (yang biasanya 15%) atau sesudah dipotong? Lalu, setiap jamaah haji yang menyetor ONH-nya diharuskan mengeluarkan zakat ONH kepada petugas haji. Pakah zakat ini ada landasan syariahnya?
Wassalam
Sutisna, Bogor
Jawab:
Ada pendapat yang menyatakan bahwa pajak itu termasuk kedalam rumpun utang yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Karena itu, zakat dikeluarkan setelah dipotong pajak. Akan tetapi, ada pula yang menyatakan bahwa zakatlah yang harus didahulukan (artinya zakat dikeluarkan sebelum dipotong pajak) karena zakat adalah utang kepada Allah SWT yang harus didahulukan terlebih dahulu dan diutamakan. Yang penting dalam kondisi kita sekarang ini, keduanya dikeluarkan.
Pada prinsipnya, zakat itu dikeluarkan pada waktu kita mendapatkan suatu penghasilan atau harta lainnya yang memenuhi syarat tertentu, bukan pada waktu kita mengeluarkan atau membayar sesuatu. Termasuk membayar ONH, misalnya. Ilustrasinya begini, umpamanya Anda memiliki rezeki senilai Rp 200 juta, dan Anda kemudian berniat untuk pergi haji. Maka yang harus dikeluarkan zakatnya adalah uang senilai Rp 200 juta itu, bukan dana senilai dengan ongkos pergi haji-nya (ONH). Kecuali, jika uang itu dalam waktu yang cukup lama belum pernah dizakati, maka Anda perlu mengeluarkan zakat (atas uang itu) sebelum menyetor dana ONH.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Menggabungkan Zakat
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya dan suami bekerja. Saya ingin menzakatkan penghasilan saya, namun agaknya belum mencapai nisab. Akan tetapi, jika digabung dengan penghasilan suami bisa mencapai nisab itu. Bolehkah kami berzakat jika keadaannya demikian?
Wassalam
Yuli, Bintaro, Jaksel
Jawab:
Suami-isteri meski keduanya bekerja, tetap memiliki tanggungjawab dan kewajiban yang sama dan satu, yakni menghidupi keluarga. Sudah sepatutnya penghasilan keduanya ini disatukan. Apabila setelah disatukan dan setelah dikurangi kebutuhan pokok, dan telah mencapai nisab maka tentu saja wajib dikeluarkan zakatnya.
Memang ada sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukhari (Kifaayatul Akhyar I, 183) yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak boleh disatukan antara dua harta yang terpisah dan tak boleh dipisahkan antara dua harta yang tergabung, karena takut mengeluarkan zakat. Harta yang disatukan melalui syirkah (usaha bersama) maka hendaknya dikembalikan kepada masing-masing secara adil dan sama."
Penjelasannya, jika A memiliki 30 ekor kambing (belum mencapai nisab dan digembalakan di tempat tertentu), dan B juga memiliki 30 ekor, dan digembalakan di tempat berbeda dari A, maka supaya berzakat, kambing mereka digabungkan menjadi satu di akhir tahun. Atau sebaliknya, si A dan B sejak semula sudah menggabungkan dan menggembalakan di tempat yang sama, maka agar terhindar dari zakat, menjelang akhir tahun dibagikan dua terlebih dahulu pada masing-masing pemilik.
Kedua jenis perbuatan itulah yang dilarang oleh Rasulullahsaw. Tentu saja hadits tersebut tidak bisa dianalogikan kepada suami-isteri yang sama-sama bekerja. Karena memang berbeda dalam 'illat (alasan) hukumnya.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat Penghasilan
Assalamu'alaikum Zakat Penghasilan adalah 2,5% dari penghasilan. Apakah hitungan 2,5% itu berdasarkan jumlah penghasilan (gaji) yang tertera dalam slip gaji atau dihitung dari gaji yang telah dipotong (take home pay) dari bebrbagai kewajiban, seperti cicilan rumah, pinjaman koperasi dan iuran Korpri?
Wassalam
Sutanto Hadi, Jakarta Timur
Jawab:
: Zakat Maal (termasuk zakat penghasilan) adalah zakat yang diwajibkan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seseorang dengan ketentuan tertentu. Yang termasuk kedalam harta yang wajib dizakati adalah:
1. Hasil pertanian; 2. Hasil peternakan; 3. Hasil perniagaan; 4. Harta simpanan (emas dan perak); 5. Harta temuan
Setiap jenis harta itu memiliki ketentuan zakat yang berbeda, misalnya zakat hasil pertanian adalah 10% atau 5%, zakat perniagaan 2,5%, zakat temuan (rikaz) 20% dan lain-lain.
Zakat penghasilan (profesi) termasuk kedalam kategori zakat harta simpanan (emas dan perak). Tentu saja apabila penghasilannya masih memiliki kelebihan (dapat disimpan) setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhan pokok yang harus ditunaikan. Besarnya 2,5% yang termasuk dalam kebutuhan pokok, adalah pangan dan sandang.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat Beras
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Seorang ustadz pernah menjelaskan bahwa zakat atas gaji karyawan dihitung setelah dipotong kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan, papan), cicilan lain dan sebagainya. Yang saya ingin tanyakan adalah:
1. Pegawai negeri, selain menerima gaji juga menerima pembagian beras. Apakah beras itu juga wajib dizakati? Bagaimana menentukan besar zakatnya, apakah 5% atau 10%?
2. Adilkah zakat penghasilan karyawan yang penghasilannya melebihi 653 kg dan hanya 2,5% saja, dibandingkan dengan zakat petani? Misalnya, seorang petani sudah wajib zakat (10%) jika dalam setahun menghasilkan 653 kg tanpa dipotong oleh bermacam-macam kebutuhan pokoknya?
3. Melihat ini ada yang mengatakan sebaiknya zakat profesi dikeluarkan sebesar 20%. Bagaimana tanggapan Ustadz?
Wassalam
dr. Gagoes Soerachmat, Rawamangun,
Jakarta
Jawab:
1. Seluruh penghasilan pegawai yang telah mencapai nisab, harus dikeluarkan zakatnya, termasuk tunjangan beras (setelah dinilai harganya). Setelah digabungkan---penghasilan dan tunjangan itu, lalu dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Karena tunjangan beras ini bagian dari pendapatannya maka tentu saja zakatnya adalah zakat pendapatan (2,5%), bukan zakatpertanian.
2. Mengenai potongan kebutuhan pokok (makan dan minum saja), terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama meyatakan, zakat itu dikleuarkan setelah dipotong oleh kebutuhan pokok, berdasarkan firman Allah, dalam surat Al-Baqarah 219. Sebagian ulama lainnya berpendapat, zakat dikeluarkan dari penghasilan bruto tanpa dipotong terlebih dahulu oleh kebutuhan-kebutuhan pokok terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah dalam surat Al-Baqarah;267.
3. Ketentuan besarnya zakat pendapatan 2,5% didasarkan pada beberapa hadits Nabi (seperti hadits marfu' riwayat Abu Daud dan Ali bin Abi Thalib, juga praktek dan pengamalan para sahabat Nabi). Sedangkan ketentuan zakat pertanian sebesar 5% atau 10%, juga berdasarkan hadits Nabi riwayat Jabir dari Umar bin Khattab. Bahkan Yusuf Qardhawi menyatakan (Fiqh Zakat, 331) bahwa ulama sepakat (ijma' ulama) tentang hal ini.
Yang harus disadari adalah, zakat itu bukanlah satu-satunya kewajiban pada harta, tetapi ada kewajiban lain diluar zakat. Misalnya untuk menyantuni anak-anak yatim. Atau jika kita sudah menunaikan zakat lalu tiba-tiba tetangga kita mendapat musibah yang membutuhkan materi, maka wajib bagi kita mengeluarkan harta untuk membantu, meski sudah berzakat. Demikian juga untuk keperluan-keperluan lainnya.
Itulah medan yang terbuka luas bagi para pegawai yang bergaji tinggi, dan itulah yang harus kita galakkan bersama ; tentunya dengan tidak mengubah ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam nash hadits.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Dimana TKI Berzakat?
Assalamu'alaikum Wr. Wb Dilihat dari jumlah penghasilannya, tampaknya para TKI sudah wajib zakat. Apakah zakat itu harus diberikan di daerah tempat bekerja TKI atau boleh dipindahkan ke tempat lain, misalnya ke negara/daerah asal TKI?
Wassalam
Endang P, Bambu Apus, Kota Bambu
Jawab:
1. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya zakat itu harus dibagikan di tempat harta itu berada, apabila di daerah tersebut masih terdapat mustahik zakat (misalnya fakir miskin) yang membutuhkannya. Ada satu aturan yang menyatakan bahwa pada dasarnya zakat itu mengikuti harta, bukan mengikuti pemilik. Seseorang yang rumah dan keluarganya berada di Bogor, tetapi ia berusaha di Bandung, maka zakatnya harus dibagikan di daerah Bandung.
Adapun landasan dalil dari pendapat di atas antara lain sbb:
a. Ketika Rasulullah saw mengutus Muadz bin Jabal pergi ke Yaman, dalam salah satu pesannya beliau berkata, "Ambillah zakat dari harta mereka, lalu bagikan kepada orang-orang fakirnya."
b. Abu Juhaifah berkata, "Telah datang kepada kami petugas zakat Rasulullah saw, kemudian ia mengambil zakat dari orang kaya kami, lalu dibagikan kepada orang fakir di daerah kami." (Yusuf Qardhawi, Fiqh Zakat, 799)
c. Sesudah Rasulullah saw., Khulafa ar-Rasyidin melaksanakan hal yang sama pula, yaitu menyuruh para petugas zakat untuk mengambil zakat dari suatu daerah lalu dibagikan kepada orang fakir miskin di daerah itu juga (Al-Amwal, 595).
Akan tetapi para ulama sepakat pula, jika penduduk setempat tidak lagi membutuhkan zakat, seluruh atau sebagiannya, karena tidak ada mustahiknya atau karena jumlahnya yang sedikit. Sementara harta zakat itu banyak maka boleh dialihkan kepada penduduk lain atau diserahkan kepada ulil-amri (amil zakat) untuk dipergunkan sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan kaum muslimin atau diberikan kepada penduduk daerah (negara) tetangga yang masih membutuhkannya (Fiqh Zakat, 802).
Ulama Hanafi menyatakan bahwa jika harta zakat itu dipindahkan dari daerah asal zakat maka diutamakan untuk kerabat muzakki yang membutuhkan atau orang lain. Dalam kasus TKI, ini bisa saja diserahkan/dikirim ke daerah asal TKI. (Ad-Dur al-Mukhtar dan Hasyiyah Ibnu Abidin, II;93)
2. Islam adalah ajaran yang selalu memerintahkan umatnya untuk melakukan segala sesuatu secara tertib dan teratur. Hal ini agar terjadi kemaslahatan dalam kehidupan di dunia ini, apalagi kalau sudah berkaitan dengan kepentingan umum. Demikian pula dalam aturan penarikan dan pembagian zakat. Islam mensyariatkan adanya petugas zakat (Amil zakat, lihat At-Taubah;60) yang amanah, jujur, bertanggungjawab dan berkemampuan dalam menjalankan tugas keamilannya.
Maksudnya, agar jangan sampai ada orang kaya yang tidak mau berzakat atau ada mustahik yang seharusnya berhak menerima tetapi terabaikan. Amil zakat dapat memaksa muzakki untuk berzakat, bahkan dapat memberikan sanksi kepada para pembangkang (zaman Khalifah Umar bin Khattab dan Abu Bakar As-Shidiq). Amil zakat berkewajiban membagikannya dengan baik kepada mereka yang berhak menerimanya. Jika ada mustahik yang merasa terabaikan maka ia bisa secara langsung meminta bagiannya kepada amil zakat.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat versus Pajak (II)
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Bagaimanakah kaitan antara pajak dan zakat dalam pandangan Islam? Manakah yang harus didahulukan membayar zakat atau pajak? Apakah benar, jika kita telah membayar pajak tidak perlu lagi membayar zakat?
Wassalam
Yusran T, Cipete Selatan, Jakarta
Jawab:
Islam mengenal adanya pajak dan zakat , dan keduanya memiliki ketentuan yang berbeda. Zakat ditarik dari "harta" secara umum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan secara pasti, baik jenis harta, syarat-syarat, jumlah yang ditarik maupun pembagiannya.
Sedangkan pajak hanya pada jenis harta tertentu atau keadaan tertentu. Pada jenis harta tertentu, yakni kharaj (pajak bumi) dari tanah kharajiyah, maka tidak lagi ditarik zakatnya. Akan tetapi pada keadaan tertentu, misalnya negara dalam keadaan krisis ekonomi, maka pajak ditarik oleh negara untuk menutupi kekurangannya.
Pajak hanya ditarik dari orang-orang paling kaya diantara warga negara dan jika kekurangan itu telah tertutupi maka tidak dilakukan lagi penarikan pajak selanjutnya. Pada pajak jenis ini, zakat tetap ditarik dari para muzakki termasuk mereka yang membayar pajak.
Tentang kewajiban keduanya, sebaiknya pada saat sekarang kita membayar keduanya. Namun dengan catatan, harta zakat dihitung dari jumlah total harta setelah dikurangi pajak. Meski sedikit ada persamaan diantara keduanya, tapi ada pula perbedaan yang bersifat prinsip menyangkut nilai, status, dan hukumnya.
Zakat adalah kewajiban langsung dari Allah SWT, yang termaktub dalam Al Quran maupun hadits-hadits qath'i. Karena itu zakat termasuk kategori ma'lum minaddin bi adh-dharurah (sesuatu yang harus diketahui secara pasti bagian dari dan berkaitan langsung dengan keimanan dan keislaman seseorang).
Siapa saja yang dengan sengaja mengingkari kewajiban berzakat maka ia termasuk kedalam kelompok kafir. Zakat harus dikeluarkan oleh muzakki selama ia ada, walaupun mustahiknya tidak ada di tempat muzakki itu.
Sedangkan pajak keberadaannya tergantung dari kebijakan pemerintah suatu negara. Karena itu ada negara yang sangat ketat memberlakukan tentang pajak, dan ada negara yang sangat longgar dengan hal ini, bahkan membebaskannya, seperti di negara-negara Arab. Penerima zakat, sudah jelas, tidak boleh keluar dari 8 asnaf (kelompok) seperti dalam Surat At-Taubah 60. Sedangkan pajak pengunaannya dapat dimanfaatkan untuk keperluan apapun sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat Ternak
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Kami sekeluarga mengelola peternakan ayam petelur dan pedaging. Bagaimana cara menghitung zakatnya dan termasuk kategori apakah usaha saya itu, zakat ternak atau perdagangan? Lalu apakah nisabnya sama dengan ternak sapi atau kambing?
Wassalam
Gunawan, Jaksel
Jawab:
Didalam berbagai kitab fiqh dikemukakan bahwa hewan ternak (al-An'am, al-mawaasyi) yang termasuk kedalam al-amwal az-zakawiyah (harta benda yang harus dikeluarkan zakatnya) hanyalah tiga: unta, sapi dan kambing/domba, dengan persyaratan tertentu (Al-Amwal, 367).
Berdasarkan hadits sahih riwayat Imam Bukhari (Manhaj Al-Muslim, hal.249), Rasulullah saw bersabda, "Demi zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, jika seseorang yang memiliki unta, sapi atau kambing lalu tidak dibayarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ternak-ternak itu akan menadi binatang yang besar, kekar, dan keras, yang akan menginjak-injak dengan kakinya dan menaduk dengan tanduknya. Setiap selesai rombongan ternak-ternak yang terakhir menginjak maka yang pertama akan mengulanginya. Demikian seterusnya sampai umat manusia selesai seluruhnya untuk diadili."
Atas dasar itu maka zakat peternakan ayam milik Bapak, baik petelur maupun pedaging, masuk ke dalam zakat perdagangan. Sebab sejak awal, keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas perdagangan. Dalam hadits riwayat Imam Abu Daud dari sanad Samrah bin Jundah (Fiqh Zakat, 302) dikemukakan bahwa Rasulullah saw telah menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat dari harta benda yang kita persiapkan untuk diperdagangkan.
Oleh karena itu nisabnya sama dengan zakat perdagangan, yakni senilai 85 gram emas dan zakatnya sebesar 2,5%. Dikeluarkannya satu tahun sekali setelah dihitung seluruh asetnya (terutama peredaran ayam petelur dan pedaging itu), dikurangi oleh berbagai beban biaya yang dikeluarkan dalam proses beternak itu. Tentu saja boleh juga jika dihitung penghasilan kotornya. Untuk penyalurannya dapat Anda amanahkan kepada lembaga amil setempat, yayasan sosial atau juga DKM lokal dimana Anda tinggal.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Zakat Kontrakan
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya punya rumah di kota lain yang saya pergunakan untuk dikontrakkan kepada orang lain. Dari hasil kontrakan itu pendapatan yang saya terima telah melebihi nilai darti 85 gram emas. Dan pendapatan itu saya pergunakan untuk membayar sewa rumah milik orang lain kembali. Apakah pendapatan dari kontrakan itu terkena zakat pula ?
Wassalam
St.Morajo, Lhokseumawe, Aceh
Jawab:
Dalam kitab Bidayatul Mujtahid (I;37), Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa setiap kekayaan yang memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan kepada pemiliknya maka kekayaan tersebut termasuk kedalam salah satu obyek zakat.
Artinya, jika penghasilannya, semisal rumah kontrakan, melebihi nisab senilai 85 gr emas maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% pada saat pendapatannya diterima.
Hal yang sama dikemukakan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Bada'I al-Fawaid (III:143) yang mengutip pendapat Abul Waf' Ibnu Aqil-ulama fikih sunni-yang menyatakan bahwa setiap benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang disewakan jika hasil sewanya mencapai nisab, wajib dikeluarkan zakatnya.
Adapun landasannya adalah keumuman dari makna firman Allah SWT, "Wahai sekalian orang yang beriman, infakkanlah (keluarkanlah zakat) dari sebaik-baiknya hasil usahamu..." (QS. Al-Baqarah;267) dan "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka." (QS. At-Taubah;103).
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
Menunda Zakat Fitrah
Assalamu'alaikum Wr. Wb. 1. Bolehkah menangguhkan pembayaran zakat fitrah untuk tahun depan (membayar 2 tahun sekali )? 2. Jika kita sedang berhutang, bolehkah kita meminta bagian zakat fitrah kepada amil zakat? 3. Menjelang Idul Fitri, seseorang meminjam beras satu karung kepada tetangganya. Dapatkah beras itu kemudian digunakannya juga untuk membayar zakat fitrah?
Wassalam
Rasyad, Aceh Besar
Jawab:
1. Menangguhkan zakat (membayar dua tahun sekali) tentu saja tidak boleh. Berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar, Rasulullah saw. telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Dari hadits Ibn Abbas, Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat Idul Fitri, itulah zakat yang akan diterima. Akan tetapi barangsiapa yang mengeluarkannya setelah shalat Idul Fitri maka termasuk kedalam sedekah biasa (bukan zakat lagi)."
Berdasarkan kedua hadits di atas jangankan menangguhkannya sampai tahun berikut, lewat dari waktu shalat Idul Fitri pun tidak boleh. Selain itu, menangguhkan zakat fitrah sampai tahun berikutnya bertentangan dengan tujuan zakat fitrah yaitu memberi kecukupan kepada fakir miskin agar mereka dapat bergembira di hari kemenangan itu.
2. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud dari Ibn Abbas disebutkan bahwa Rasulullah saw mewajibkan mengeluarkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari omongan yang tidak perlu, serta memberi makan fakir miskin.
Jika Anda termasuk golongan fakir miskin dan kebetulan memiliki hutang yang bersifat konsumtif (keperluan pangan) maka tentunya Anda sangat berhak sekali untuk meminta/menerima zakat fitrah. Akan tetapi kalau hutang itu bersifat/disebabkan oleh karena usaha Anda sendiri tentunya yang lebih berhak adalah fakir miskin yang lain.
3. DR. Yusuf Qardhawi (Fiqh Zakat, 935) menyatakan bahwa jika seseorang memiliki sesuatu (beras) untuk membayar zakat fitrah, namun juga memiliki hutang yang senilai dengan itu, maka ia tetap harus mengeluarkan zakat fitrah, kecuali jika hutang itu harus dibayar pada saat yang bersamaan maka yang harus didahukukan adalah membayar hutangnya. Kemudian ia tidak berkewajiban untuk membayar zakat fitrah.
Jika beras yang Anda pinjam itu melebihi kebutuhan Anda dan keluarga untuk berhari-Raya dan diperkirakan dapat dilunasi setelah hari Raya, maka Anda harus mengeluarkan zakat fitrah dengan beras yang Anda pinjam itu.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah
Zakat Fitrah Plus
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Bolehkah memberi zakat fitrah sekaligus dengan memberikan lauk-pauknya? Atau misalnya jika dengan uang, kita memberi lebih dari ketentuan, misalnya per kepala Rp 5.000, kita memberi Rp 7.000?
Wassalam
Tubagus Yamin, Jakarta
Jawab:
Pemberian zakat fitrah melebihi ketentuan adalah merupakan perbuatan baik dan terpuji. Yang wajib dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah satu sha' -sama dengan 2,5 kg, dari makanan pokok sehari-hari penduduk suatu negeri/daerah. Seperti kurma, gandum, beras, sagu dan sebagainya.
Ketentuan ini antara lain berdasarkan hadits sahih riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim dan Nasa'i dari Ibn Umar bahwa sha' kurma atau gandum kepada hamba sahaya, orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslim.
Jika Anda menambahnya dengan lauk pauk atau dengan kelebihan dana, tentunya itu adalah suatu perbuatan terpuji-dalam Al Quran disebut tathawwa'a khairan' (penuh kerelaan hati dalam berbuat kebajikan). Hal ini dianalogikan pada kewajiban fidyah puasa pada bulan Ramadhan sebesar satu mud (1 liter) setiap hari yang diberikan kepada fakir miskin, tetapi jika dilebihkan atas dasar kerelaan hati maka akan baik sekali. Ini seperti firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah;184, artinya, " Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan (melebihkan dari kadar wajib) maka itulah yang lebih baik baginya..."
Tentang jkelebihan dana zakat fitrah, jika memang ketentuan panitia setempat sebesar Rp. 5.000, maka kelebihan Rp. 2.000 dimasukkan kedalam kelompok infak dan sedekah. Jadi, tidak salah jika seumpama amil zakat mencatatkan kelebihan itu kedalam golongan infak/sedekah.
Kirim pertanyaan Anda seputar Zakat, Infak-Sedekah lewat email: info@pesantren.net
0 komentar:
Posting Komentar