Fatwa
nikah
1.Standar Kafa'ah seorang muslim dalam menikah .
Nabi shallallahu'Alaihi Wasallam telah menerangkan batasan Kafa'ah dengan jelas dalam haditsnya yang artinya: jika datang kepadamu (untuk melamar) orang yang engkau ridhai agamanya dan akhlaknya, maka nikahilah.Istri Tsabit Ibn Qays datang kepada Nabi SAW dan berkata :" Wahai Rasullulah, Tsabit Ibnu Qays, sama sekali saya tidak mendapati cela baik dalam akhlaknya maupun agamanya ..." ini menunjukkan bahwa yang dipakai standar untuk menentukan kafa'ah adalah akhlak dan agama.namun yang terjadi di masyarakat sekarang adalah mereka tidak mau
menikahkan anaknya kecuali dengan sesuku dengannya atau hanya keluarganya saja, atau menolak dengan alasan saya dari golongan bangsawan sedangkan anda bukan dari golongan bangsawan, maka tidak mungkin saya menikahkan anda. Ini semuanya salah. Namun seharusnya seseorang itu menikahkan baik yang bangsawan atau bukan, karena manusia yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara mereka. Tingkatan-tingkatan manusia ini (bangsawan & bukan) adalah suatu pengelompokan yang tidak seharusnya
dipergunakan sebagai dasar, yang dijadikan sebagai dasar adalah akhlak dan agama. Bukankah kita ketahui pula bahwa hadits-hadits yang sampai kepada kita, sebagian besar diriwayatkan oleh orang yang bukan dari golongan Arab. Karena itu saya nasehatkan agar manusia tidak melihat kecuali kepada dua perkara saja,
yaitu akhlak dan agama.
2.Tidak boleh orang yang berzina menikahi perempuan yang dizinahinya sampai
benar-benar bertaubat.
Pertanyaan : Seorang laki-laki berzina dengan seoran perempuan, bolehkan bagi laki-laki tersebut untuk menikahinya sebelum bertaubat ? dan apa batasan taubat di sini, apakah dilaksanakannya hukuman cambuk terhadapnya atau taubat yang biasa dikenal ? dan apabila yang dimaksud dengan taubat disini adalah
dilaksanakannya hukum cambuk, maka kami ini hidup di negara yang tidak melaksanakan hukum Islam, bagaimanakah penyelesaian masalah ini ?
Jawab : Tidak boleh pria yang berzina itu menikah dengan wanita yang dizinahinya sampai keduanya bertaubat dengan taubat yang benar-benar ( nasuha ) dengan taubat yang biasa dikenal*, dan harus mengetahui akan tidak hamilnya perempuan tersebut sebelum dilaksanakannya akad nikah, jika ternyata perempuan itu sedang
hamil dari perzinahan tersebut, maka tidak boleh dilaksanakan akad nikah sampai wanita tersebut melahirkan, karena anak zina tidak dinisbatkan kepada pria yang berzina dengan wanita tersebut, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : Artinya : Anak menjadi milik firasy ( ibunya ) dan bagi yang berzina hanya kegagalan. HR.Muttafaq 'alaih.Fatwa Syaikh Muhamad bin Shalih al-'Utsaimin, fatawa Mar'ah Muslimah, juz: II Hal.699.
* Taubat yang
biasa dikenal adalah taubat yang memenuhi syarat-syaratnya , yaitu orang yang
bertaubat tersebut, harus menyesali atas perbuatannya tersebut, bertekad tidak
akan mengulangi seperti perbuatan dosa itu, meninggalkan perbuatan tersebut,
dan ikhlas karena Allah, ini jika dosa tersebut hanya berkenaan dengan hamba
dan Allah Ta'alaa, seperti meninggalkan shalat, dan jika berkenaan dengan hak
orang lain, maka disamping syarat-syarat di atas ditambah dengan satu syarat
lagi, yaitu harus mengembalikan hak orang tersebut atau1.Standar Kafa'ah seorang muslim dalam menikah .
Nabi shallallahu'Alaihi Wasallam telah menerangkan batasan Kafa'ah dengan jelas dalam haditsnya yang artinya: jika datang kepadamu (untuk melamar) orang yang engkau ridhai agamanya dan akhlaknya, maka nikahilah.Istri Tsabit Ibn Qays datang kepada Nabi SAW dan berkata :" Wahai Rasullulah, Tsabit Ibnu Qays, sama sekali saya tidak mendapati cela baik dalam akhlaknya maupun agamanya ..." ini menunjukkan bahwa yang dipakai standar untuk menentukan kafa'ah adalah akhlak dan agama.namun yang terjadi di masyarakat sekarang adalah mereka tidak mau
menikahkan anaknya kecuali dengan sesuku dengannya atau hanya keluarganya saja, atau menolak dengan alasan saya dari golongan bangsawan sedangkan anda bukan dari golongan bangsawan, maka tidak mungkin saya menikahkan anda. Ini semuanya salah. Namun seharusnya seseorang itu menikahkan baik yang bangsawan atau bukan, karena manusia yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara mereka. Tingkatan-tingkatan manusia ini (bangsawan & bukan) adalah suatu pengelompokan yang tidak seharusnya
dipergunakan sebagai dasar, yang dijadikan sebagai dasar adalah akhlak dan agama. Bukankah kita ketahui pula bahwa hadits-hadits yang sampai kepada kita, sebagian besar diriwayatkan oleh orang yang bukan dari golongan Arab. Karena itu saya nasehatkan agar manusia tidak melihat kecuali kepada dua perkara saja,
yaitu akhlak dan agama.
2.Tidak boleh orang yang berzina menikahi perempuan yang dizinahinya sampai
benar-benar bertaubat.
Pertanyaan : Seorang laki-laki berzina dengan seoran perempuan, bolehkan bagi laki-laki tersebut untuk menikahinya sebelum bertaubat ? dan apa batasan taubat di sini, apakah dilaksanakannya hukuman cambuk terhadapnya atau taubat yang biasa dikenal ? dan apabila yang dimaksud dengan taubat disini adalah
dilaksanakannya hukum cambuk, maka kami ini hidup di negara yang tidak melaksanakan hukum Islam, bagaimanakah penyelesaian masalah ini ?
Jawab : Tidak boleh pria yang berzina itu menikah dengan wanita yang dizinahinya sampai keduanya bertaubat dengan taubat yang benar-benar ( nasuha ) dengan taubat yang biasa dikenal*, dan harus mengetahui akan tidak hamilnya perempuan tersebut sebelum dilaksanakannya akad nikah, jika ternyata perempuan itu sedang
hamil dari perzinahan tersebut, maka tidak boleh dilaksanakan akad nikah sampai wanita tersebut melahirkan, karena anak zina tidak dinisbatkan kepada pria yang berzina dengan wanita tersebut, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : Artinya : Anak menjadi milik firasy ( ibunya ) dan bagi yang berzina hanya kegagalan. HR.Muttafaq 'alaih.Fatwa Syaikh Muhamad bin Shalih al-'Utsaimin, fatawa Mar'ah Muslimah, juz: II Hal.699.
memohon dibebaskan dari hak tersebut.( pent. )
0 komentar:
Posting Komentar